Kamis, 23 Desember 2010

Mazhab Para Imam Besar

Berikut sekelumit sejarah keempat mazhab ini dengan
sedikit gambaran landasan manhaj mereka.

1. MazhabAl-Hanifiyah.

Didirikan oleh An-Nu’man bin Tsabit (80-150 H) atau
lebih dikenal sebagai Imam Abu Hanifah. Beliau berasal
dari Kufah dari keturunan bangsa Persia. Beliau hidup
dalam dua masa, Daulah Umaiyah dan Abbasiyah. Beliau
termasuk pengikut tabiin (tabi’utabiin), sebagian
ahli sejarah menyebutkan, ia bahkan termasuk
Tabi’in.

Mazhab Al-Hanafiyah sebagaimana dipatok oleh
pendirinya, sangat dikenal sebagai terdepan dalam
masalah pemanfaatan akal/ logika dalam mengupas
masalah fiqih. Oleh para pengamat dianalisa bahwa di
antaralatar belakangnya adalah:

    * Karena beliau sangat berhati-hati dalam menerima
sebuah hadits. Bila beliau tidak terlalu yakin atas
keshahihah suatu hadits, maka beliau lebih memlih
untuk tidak menggunakannnya. Dan sebagai gantinya,
beliau menemukan begitu banyak formula seperti
mengqiyaskan suatu masalah dengan masalah lain yang
punya dalil nash syar'i.
    * Kurang tersedianya hadits yang sudah diseleksi
keshahihannya di tempat di mana beliau tinggal.
Sebaliknya, begitu banyak hadits palsu, lemah dan
bermasalah yang beredar di masa beliau. Perlu
diketahui bahwa beliau hidup di masa 100 tahun pertama
semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum era imam
Al-Bukhari dan imam Muslim yang terkenal sebagai ahli
peneliti hadits.

Di kemudian hari, metodologi yang beliau perkenalkan
memang sangat berguna buat umat Islam sedunia. Apalagi
mengingat Islam mengalami perluasan yang sangat jauh
ke seluruh penjuru dunia. Memasuki wilayah yang jauh
dari pusat sumber syariah Islam. Metodologi mazhab ini
menjadi sangat menentukan dalam dunia fiqih di
berbagai negeri.

2. Mazhab Al-Malikiyah

Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin Abi
Amir Al-Ashbahi (93 – 179H).Berkembang sejak awal di
kota Madinah dalam urusan fiqh.

Mazhab ini ditegakkan di atas doktrin untuk merujuk
dalam segala sesuatunya kepada hadits Rasulullah SAW
dan praktek penduduk Madinah. Imam Malik membangun
madzhabnya dengan 20 dasar; Al-Quran, As-Sunnah
(dengan lima rincian dari masing-masing Al-Quran dan
As Sunnah; tekstualitas, pemahaman zhahir, lafaz umum,
mafhum mukhalafah, mafhum muwafakah, tanbih alal
illah), Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah (perbuatan
penduduk Madinah), perkataan sahabat, istihsan,
saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab, maslahah
mursalah, syar'u man qablana (syariat nabi terdahulu).

Mazhab ini adalah ke balikan dari mazhan Al-Hanafiyah.
Kalau Al-Hanafiyah banyak sekali mengandalkan nalar
dan logika, karena kurang tersedianya nash-nash yang
valid di Kufah, mazhab Maliki justru 'kebanjiran'
sumber-sumber syariah. Sebab mazhab ini tumbuh dan
berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di mana
penduduknya adalah anak keturunan para shahabat. Imam
Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang
dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW
bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk
kepada hadits yang shahih para umumnya.

3. Mazhab As-Syafi'iyah

Didirikan oleh Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (150
– 204 H). Beliau dilahirkan di Gaza Palestina (Syam)
tahun 150 H, tahun wafatnya Abu Hanifah dan wafat di
Mesir tahun 203 H.

Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya
(madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun
200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di
sana beliau wafat sebagai syuhadaul 'ilm di akhir
bulan Rajab 204 H.

Salah satu karangannya adalah “Ar-Risalah” buku
pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al-Umm” yang
berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i
adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan
ushul. Beliau mampu memadukan fiqh ahli ra'yi
(Al-Hanafiyah) dan fiqh ahli hadits (Al-Malikiyah).

Dasar madzhabnya: Al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
Beliau tidak mengambil perkataan sahabat karena
dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau juga
tidak mengambil Istihsan (menganggap baik suatu
masalah) sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah
mursalah dan perbuatan penduduk Madinah. Imam
Syafi’i mengatakan, ”Barangsiapa yang melakukan
istihsan maka ia telah menciptakan syariat.”
Penduduk Baghdad mengatakan, ”Imam Syafi’i adalah
nashirussunnah (pembela sunnah), ”

Kitab “Al-Hujjah” yang merupakan madzhab lama
diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal,
Abu Tsaur, Za’farani, Al-Karabisyi dari Imam
Syafi’i. Sementara kitab “Al-Umm” sebagai
madzhab yang baru yang diriwayatkan oleh pengikutnya
di Mesir; Al-Muzani, Al-Buwaithi, Ar-Rabi’ Jizii bin
Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang
madzhabnya, ”Jika sebuah hadits shahih bertentangan
dengan perkataanku, maka ia (hadis) adalah madzhabku,
dan buanglah perkataanku di belakang tembok, ”

4. Mazhab Al-Hanabilah

Didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani (164
– 241 H). Dilahirkan di Baghdad dan tumbuh besar di
sana hingga meninggal pada bulan Rabiul Awal. Beliau
memiliki pengalaman perjalanan mencari ilmu di
pusat-pusat ilmu, seperti Kufah, Bashrah, Mekah,
Madinah, Yaman, Syam.

Beliau berguru kepada Imam Syafi’i ketika datang ke
Baghdad sehingga menjadi mujtahid mutlak mustaqil.
Gurunya sangat banyak hingga mencapai ratusan. Ia
menguasai sebuah hadis dan menghafalnya sehingga
menjadi ahli hadis di zamannya dengan berguru kepada
Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Bukhari (104 –
183 H).

Imam Ahmad adalah seorang pakar hadis dan fiqh. Imam
Syafi’i berkata ketika melakukan perjalanan ke
Mesir, ”Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah saya
tinggalkan di sana orang yang paling bertakwa dan
paling faqih melebihi Ibnu Hanbal (Imam Ahmad), ”

Dasar madzhab Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah
sahahabat, Ijam’, Qiyas, Istishab, Maslahah
mursalah, saddudzarai’.

Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun tentang
fiqhnya. Namun pengikutnya yang membukukannya
madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas
pertanyaan dan lain-lain. Namun beliau mengarang
sebuah kitab hadis “Al-Musnad” yang memuat 40.000
lebih hadis. Beliau memiliki kukuatan hafalan yang
kuat. Imam Ahmad mengunakan hadis mursal dan hadis
dlaif yang derajatnya meningkat kepada hasan bukan
hadis batil atau munkar.

Di antara murid Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad bin
Hanbal (w 266 H) anak terbesar Imam Ahmad, Abdullah
bin Ahmad bin Hanbal (213 – 290 H). Shalih bin Ahmad
lebih menguasai fiqh dan Abdullah bin Ahmad lebih
menguasai hadis. Murid yang adalah Al-Atsram dipanggil
Abu Bakr dan nama aslinya; Ahmad bin Muhammad (w 273
H), Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mihran (w 274 H),
Abu Bakr Al-Khallal (w 311 H), Abul Qasim (w 334 H)
yang terakhir ini memiliki banyak karangan tentang
fiqh madzhab Ahmad. Salah satu kitab fiqh madzhab
Hanbali adalah “Al-Mughni” karangan Ibnu Qudamah.

Wallahu a'lam bish-shawab, wassalamu 'alaikm
warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : http://www.mail-archive.com/daarut-tauhiid@yahoogroups.com/msg05299.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar